Thursday, September 30, 2010

Sebuah Ciuman Selamat Tinggal


Really Nice Read....

Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri dan menyenggol meja sehingga kopi tertumpah ke atas catatan-catatannya. "Waduh, memalukan sekali aku ini, di usia tua kok tambah ngaco". Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian, kami semua mulai menceritakan saat-saat yang paling menyakitkan di masa lalu dulu. Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam mendengarkan kisah lain-lainnya.


"Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang paling tak enak bagimu dulu." Frank tertawa, mulailah ia berkisah masa kecilnya.
"Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta amat pada lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga.
Bukan cuma cukup buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara2 lainnya yang masih di rumah."
Ia menatap kami dan berkata, "Ahhh, seandainya kalian sempat bertemu ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak lautan.
Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan."
Suara Frank mulai merendah sedikit.
"Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan. Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah bawa truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap semoga bisa menghilang.
Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang baik. Aku merasa agak malu, begitu
risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri ke depan dan menciumi aku selamat tinggal!"
Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, "Aku ingat hari ketika kuputuskan aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal. Waktu kami sampai ke sekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar. Ia mulai memiringkan badannya ke arahku, tetapi aku mengangkat tangan dan berkata, "Jangan, ayah". Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.
Aku bilang, "Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal. Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan". Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai basah. Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan. "Kau benar", katanya. "Kau sudah jadi pemuda besar......seorang pria. Aku tak akan menciumimu lagi".
Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi kedua matanya, ketika ia melanjutkan kisahnya. "Tidak lama setelah itu, ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali lagi. Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian besar armada kapal nelayan merapat di pelabuhan, tapi kapal ayah tidak. Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan. Kapalnya
ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan separuhnya lagi masih ada di laut. Pastilah ayah tertimpa badai dan ia mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya."
Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni pipinya.
Frank menyambung lagi, "Kawan-kawan, kalian tak bisa bayangkan apa yang Akan kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada pipiku.... untuk merasakan wajah tuanya yang kasar... untuk mencium bau air laut dan samudra padanya... untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul leherku. Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu. Kalau aku seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku bahwa aku terlalu tua "untuk sebuah ciuman selamat tinggal."
Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan cinta kita.
AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI,
OLEH KERANA ITU AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN.

Tuesday, September 28, 2010

FANATIK Dengan Kedekut

KAIN KAPAN HJ TEEPOO

Al-kisah ada seorang businessman yang kaya raya bernama Hj.Teepo. Apasaja nama bisnes atas muka bumi ini,
dia ada. Sayang, kekayaan Hj.Teepo adalah sebahagian besar hasil penipuan dan putar alamnya dalam bisnes.


Sahamnya berpuluh juta, hasil penipuan. Tanah ribu hektar,pun hasil tipu. Wang beratus juta juga, tipu
punya hasil. Puas isterinya memberikan kaunseling agar Hj.Teepo berhenti menipu, namun tak dihiraukannya.


Kerana makan terlalu banyak dan mewah, dinner tiap-tiap malam (orang belanja of course), exercise tarak,
satu hari Hj.Teepo disahkan oleh doktor mengidapi penyakit barah dan disahkan akan padam dalam masa sebulan.
Maka teramatlah hiba hati Hj.Teepo nak meninggalkan dunia ini, tambah pula mengenangkan segala aktivitinya
 selama ini.

Maka dipanggillah anak isterinya untuk berwasiat. kain yang dah buruk, koyak pun tak apa, buat kain kapan
 aku. Aku dah banyak merasa kemewahan didunia ini. Biarlah kain buruk yang ku bawa ke akhirat," jelas
Hj.Teepo dengan genangan air mata.

"Kenapa begitu bang?" tanya isterinya. "Saja aku nak merasa pakai kain buruk pula," jawabnya lagi.
Isterinya terdiam, tapi hatinya berbisik, "Syukurlah, walau dah agak terlambat, ada juga kesedaran
dan keinsafan dihati suamiku."

Maka tempoh sebulan cuma tinggal 24 jam lagi. Dengan wajah sugul,
Hj.Teepo berbaring dikamarnya. Kain putih yang dah lusuh dan terkoyak sana sini telah siap disediakan.
Untuk terakhir kali, siisteri menghampiri Hj.Teepo.

"Bang", bisiknya perlahan. "Buat kali terak hir sebelum abang meninggalkan kami, berilah tahu kenapa
abang nak dikapankan dengan kain yang dah buruk. Sedih saya melihat keadaan kain itu bang.
Apakah abang telah insaf dan bertaubat dengan perbuatan abang selama ini?"


Hj.Teepo merenung isterinya lama-lama dan bersuara, "Baiklah, mari rapat kepadaku" isteri Hj.Teepo
terus menghampiri suaminya.

Dengan nada yang sedih Hj.Teepo bersuara, "Yang, you pun tahu,terlalu banyak dosa yang I lakukan selama ini.
Berapa ramai orang yang dah I kelentong. Jadi cukuplah kemewahan yang I rasakan. Biarlah I dikebumikan dengan
kain buruk saja."

Isterinya masih ragu-ragu. "Apakah abang fikir dosa-dosa abang boleh diampunkan dengan berkain kapan yang buruk
 begitu?" tanyanya lagi.


"Bukan begitu Yang. Kalaulah abang pakai kain kapan yang buruk, nanti Malaikat Mungkar dan Nakir fikir abang dah
 lama mati. Mereka juga akan fikir abang dah kena soal. Taklah nanti mereka soal abang lagi. Jadi selamatlah abang...."

"Astaghfirullah hal 'aziiiiiiiiiim" isteri Hj.Teepo terus terlentang kerana terkejut berok dengan penjelasan suaminya.

> P/S: Mati pun nak kelentong. Nak kelentong Malaikat pulak tu.....Ambik le iktibar....

Monday, September 27, 2010

Saat Kematian- cintakan Umatnya

Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan
khutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara
pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku,
bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk
syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan
mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu
persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar adanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat
kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di
dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari
mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti
akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah
terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar
menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana
nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau
melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian
maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.
"Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak
lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku",
peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah
menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii, ummatiii?" -
"Umatku, umatku, umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli
'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada
kita.








Sahabat selamanya

Memang tak dinafikan sahabat ada yang baik dan ada juga memberi keburukan kepada diri kita.. Tetapi itu semua bergantung kepada cara kita dalam memilih sahabat. Bagi sesetengah orang, sahabat hanyalah teman biasa sekadar untuk bersuka ria. Namun, jika difikirkan sedalam dalamnya, sahabat ialah seorang yang betul betul menyanyangi diri kita seperti mana dia sayangkan diri mereka sendiri. mereka akan menegur kita jika kita melakukan kesilapan, menemani kita semasa kesedihan.membimbing kita ke jalan yang betul.  Tetapi malangnya sekarang ini, untuk mencari seseorang yang boleh dipanggilkan sahabat itu amatlah susah  kerana kebanyakan yang ada masa kini hanyalah untuk mengambil kesempatan terhadap sahabatnya yang lain, semasa senang semua datang , tetapi semasa kesusahan tinggallah keseorangan. Kesimpulannya, pilihlah sahabat yang betul boleh dipanggil sahabat dan hargailah mereka